PERKEMBANGAN
DAN MOTIF TANGGUNGJAWAB SOSIAL
Sebagaimana dinyatakan Porter dan Kramer (2002)
diatas, Pendapat yang menyatakan bahwa tujuan ekonomi dan sosial adalah
terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang keliru. Perusahaan tidak
berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu Piramida
Tanggungjawab Sosial Perusahaan yang dikemukakan oleh Archie B. Carrol harus
dipahami sebagai satu kesatuan. Karenanya secara konseptual, TSP merupakan
Keedulian perusahaan yang didasari 3
prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines yaiu,
3P :
- Profit,
perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang
memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
- People,
Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa
perusahaan mengembangkan program
CSR seperti pemberian beasiswa
bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai
skema perlindungan sosial bagi warga setempat
- Plannet,
Perusahaan peduli terhadap lingkunga hidup dan berkelanjutan keragaman
hayati. Beberapa program TSP yan berpijak pada prinsip ini biasanay berupa
penghijaunan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan
permukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme ) dll.
Secara Tradisional,
para teoritisi maupun pelaku bisnis
memiliki interprestasi yang keliru mengenai keuntungan ekonomi perusahaan. Pada umumnya mereka berpendapat mencari
laba adalah hal yang harus diutamakan dalam perusahaan. Diluar mencari laba
hanya akan menggangu efisiensi dan efektifitas perusahaan. Karena seperti yang
dinyatakan Milton Friedman, Tanggungjawab Sosial Perusahaan tiada lain dan
harus merupakan usaha mencari laba itu sendiri ( Saidi dan Abidan (2004:60)
Pembangunan Berkelanjutan
(Sustainability development) dapat juga berarti menjaga pertumbuhan jumlah
penduduk yang tetap sepadan dengan kapasitas produksi sesuai dengan daya dukung
lingkungan. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan merupakan integrasi dari
cita ideal untuk memenuhi kebutuhan generasi kini secara merata (intra-generational
equity), hal ini menentukan tujuan pembangunan, dan memenuhi kebutuhan
generasi kini dan generasi mendatang secara adil (inter-generational equity)
menentukan tujuan kesinambungan.
Pembangunan berkelanjutan sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan antara jumlah penduduk
dan kemampuan produksi sesuai daya dukung lingkungan mengindikasikan adanya
keterbatasan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dan persyaratan
keseimbangan dalam pelaksanaan pembangunan untuk mencapai kondisi kesinambungan
yang akan berubah sesuai situasi dan kondisi serta waktu. Pada intinya
pembangunan berkelanjutan memiliki dua unsur pokok yaitu kebutuhan yang wajib
dipenuhi terutama bagi kaum miskin, dan kedua adanya keterbatasan sumber daya
dan teknologi serta kemampuan organisasi sosial dalam memanfaatkan lingkungan
untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Untuk itu Komisi
Brandtland memberikan usulan penting dalam pembangunan berkelanjutan yaitu
adanya keterpaduan konsep politik untuk melakukan perubahan yang mencakup
berbagai masalah baik sosial, ekonomi maupun lingkungan. Pembangunan berkelanjutan
perlu dilakukan karena dorongan berbagai hal, salah satunya adalah kerusakan
lingkungan yang disebabkan oleh pelaksanaan pembangunan. Pengalaman negara maju
dan negara berkembang menunjukkan bahwa pembangunan selain mendorong kemajuan
juga menyebabkan kemunduran karena dapat mengakibatkan kondisi lingkungan rusak
sehingga tidak lagi dapat mendukung pembangunan. Pelaksanaan pembangunan akan
berhasil baik apabila didukung oleh lingkungan (sumber daya alam) secara
memadai.
Penerapan
TSP di Indonesia semakin meningkat, baik dalam kuantitas maupun kualitas. Selain keragaman kegiatan dan
pengelolaannya semakin bervariasi, dilihat dari kontribusi finansial,
jumlahnaya semakin besar. Penelitian PIRAC pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
Dana TSP di Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar 11,5
juta dolar AS dari 180 Perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial
yang terekam oleh media masa. Meskipun dana ini masih sangat kecil jika
dibandingkan dengan dana TSP di Amerika Serikat, dilihat dari angka kumulaitif
tersebut, perkembangan TSP di Indonesia cukup menggembirakan. Angka rata-rata
perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan TSP adalah sekitar 640 juta
rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi
sumbangan dana TSP pada atahun 1998 mencapai 21,51 miliar dollar dan tahun 2000
mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah ( Saidi dan Abidin, 2004:64).
Apa
yang memotivasi perusahaan melakukan TSP ?
Saidi
dan Abidin ( 2004:69) membuat matriks yang menggambarkan tiga tahap atau paradigma yang berbeda,
diantaranya :
- Corporate
Charity, yakni dorongan amal berdasarakan
motivasi keagamaan.
- Corporate
Philanthropy,yakni dorongan kemanusiaan yang
biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama
dan memperjuangkan kemerataan sosial.
- Corporate
Citizenship, yakni motivasi kewargaan demi
mewujudkan keadilan social berdasarkan prinsip keterlibatan social.
MODEL
TANGGUNGJAWAB SOSIAL PERUSAHAAN
Menurut Saidi dan Abidin ( 2004:64-65) ada empat model pola TSP di Indonesia :
1.
Keterlibatan
langsung, Perusahaan menjalankan program TSP secara langsung
dengan menyelengarakan sendiri kegaiatn social atau menyerahkan sumbangan ke
masyarakat tanpa perantara.
2.
Melalui
yayasan atau organisasi sosial perusahaan, Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupaka
adopsi dari model yang lazm diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju.
3.
Bermitra
dengan pihak lain, Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui
kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasinn pemerintah (Ornop), Instansi
Pemerintah, Universitas atau media masa, baik dalam mengelola dana maupun dalam
melaksanakan kegiatan sosialnya.
4.
Mendukung
atau bergabung dalam suatu Konsorsium, perusahaan turut
mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga social yang didirikan
untuk tujuan social tertentu
COMDEV
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Sebagaimana dijelaskan dimuka, konsep TSP seringkali
diidentikkan dengan metoda Pengembangan Masyarakat ( Community Develompment
) yang akhir-akhir ini banyak diterapkan oleh Perusahaan dengan istilah Comdev. Dilihat dari motivasi dan
paradigm TSP diatas, maka sesungguhnya Pendekatan Comdev
merupaka salah satu bentuk TSP yang lebih banyak didorong oleh motivasi
kewargaan, meskipun pada beberapa aspek lain masih diwarnai oleh motivasi
filantropis.sebagai ilustrasi, Comdev berangkat
dari pendayagunaan hibah pembangunan yang dicirikan oleh adanya langkah
proaktif beberapa pihak dan kemampuan mereka dalam mengelola program dalam
merespon kebutuhan masyarakat disuatu tempat. Hibah pembangunan merujuk pada
bantuan selektif pada satu lembaga nirlaba yang menjalankan satu kegiatan yang
sejalan dengan pemberi bantuan yang dalam hal ini adalah perusahaan. Sedangkan
kegiatan-kegiatan amal atau karitatif yang bergaya sinterklas, lebih banyak
didorong oleh motivasi karitatif dan pendayagunaan hibah sosial. Hibah Sosial adalah bantuan kepada
suatu lembaga sosial guna menjalankan kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan,
sedekah, atau kegiatan untuk kemaslahatan umat dnegan hak pengelolaaan hibah sepenuhnya pada penerima. Saidi dan Abidin ( 2004:61).
Kalau ditelaah secara seksama, maka tujuan utama
pendekatan Comdev adalah bukan
sekedar membantu atau memberi barang kepada si penerima. Melainkan berusaha
agar si penerima memiliki kemamuan atau kapasitas untuk mampu menolong dirinya
sendiri. Dengan kata lain, semangat utama Comdev adalah Pemberdayaan Masyarakat. Oleh karena itu kegiatan Comdev biasanya diarahkan pada proses
pemerkuasaan, peningktan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para penerima
pelayanan.
Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan
kegiatan terencana dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang
dilakukan melalui program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok lemah
atau kurang beruntung(disadvantaged
groups ) agar mereka memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya,
mengemukakan gagasan, melakukan pilihan-pilihan hidup, melaksanakan kegiatan
ekonomi, menjangaku dan memobilisai sumber, serta berpartisipasi dalam kegiatan
social.
Meskipun pemberdayaan masyarakat dpat dilakukan
terhadap semua kelompok atau kelas masyarakat, namun pada umumnya pemerdayaan
dilakukan terhadap kelompok masyarakat yang dianggap lemah atau kurang berdaya
yang memiliki karakteristik lemah atau rentan dalam aspek :
1.
Fisik
: Orang dengan kecatatan dan kemampuan khusus.
2.
Psikologis
: Orang yang mengalami masalah personal dan penyesuaian diri.
3.
Finansial
: Orang yang tidak memiliki Pekerjaan, pendapatan, modal, dan asset yang mampu
menopang kehidupannya.
4.
Struktural
: Orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status sosialnya, gender,
etnis,orientasi sosial, dan pilihan politiknya.
Selanjutnya, melalui program-program pelatihan,
pemberian modal usaha, perluasan akses terhadap pelayanan sosial, dan
peningkatan kemandirian, proses pemberdayaan diarahkan agar kelompok lemah
tersebut mimiliki kemampuan atau keberdayaan. Keberdayaan disini bukan saja
dalam arti fisik atau ekonomi, melainkan pula dalam arti psikologis dan sosial,
seperti :
1.
Memiliki sumber pendapatan yang dapat
menopang kebutuhan diri dan keluarganya.
2.
Mampu mengemukakan gagasan didalam
keluarga mauoun didepan umum.
3.
Memiliki mobilitas yang cukup luas :
pergi keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya.
4.
Berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
5.
Mampu membuat keputusan dan menentukan
pilihan-pilihan hidupnya.
Proses
Pemberdayaan Masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa tahapan :
1.
Menentukan populasi atau kelompok
sasaran
2.
Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
kelompok sasaran
3.
Merancang program kegiatan dan cara-cara
pelaksanaannya
4.
Menentukan sumber pendanaan
5.
Menentukan dan mengajak pihak-pihak yang
akan dilibatkan
6.
Melaksakan kegiatan atau
mengimplementasiakan program
7.
Dan, memonitor dan mengevaluasi
kegiatan.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan biasanya dilakukan
secara berkelompok dan terorganisir dengan melibatkan beberapa strategi seperti
pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup (
life skills ), ekonomi produktif, perawatan social, penyadaran dan
pengubahan sikap dan perilaku, advokasi, pendampingan dan pembelaan hak-hak
klien, aksi sosial, sosialisasi,kampanye, demonstasi,kolaborasi, kontes, atau
pengubahan kebijakan publik agar lebih responsive terhadap kebutuhan kelompok
sasaran.
Berbeda dengan kegiatan Bantuan Sosial karitatif
yang dicirikan oleh adanya hubungan “ patron-klien “ yang tidak seimbang, maka
pemberdayaan masyarakat dalam program Comdev
didasari oleh pendekatan yang partisipatoris, humanis, emansipatoris yang
berpijak pada beberapa prinsip sebagai berikut :
1.
Bekerja bersama berperan setara.
2.
Membantu rakyat agar mereka bisa
membantu dirinya sendiri dan orang lain.
3.
Pemberdayaan bukan kegiatan satu malam.
4.
Kegiatan diarahkan bukan saja untuk
mendapat satu hasil, melainkan juga agar menguasai prosesnya.
Agar berkelanjutan,
pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas lokal, melainkan pula pada
sistem sosial yang lebih luas termasuk kegiatan sosial.
PERATURAN
PERUNDANGAN CSR
Pada bulan September 2004, ISO (International
Organization for Standardization) sebagai
induk organisasi standarisasi
internasional, berinisiatif mengundang
berbagai pihak untuk membentuk
tim (working group)
yang membidani lahirnya
panduan dan standarisasi untuk
tanggung jawab sosial
yang diberi nama
ISO 26000: Guidance Standard on Social
Responsibility. ISO 26000 menyediakan
standar pedoman yang
bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung
jawab sosial suatu
institusi yang mencakup
semua sektor badan publik ataupun badan privat
baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan Iso 26000 ini akan
memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang
berkembang saat ini dengan cara:
1)mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung
jawab sosial dan
isunya; 2) menyediakan
pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang
efektif; dan 3)
memilah praktek-praktek
terbaik yang sudah
berkembang dan disebarluaskan untuk
kebaikan komunitas atau masyarakat internasional.
Apabila hendak
menganut pemahaman yang
digunakan oleh para
ahli yang menggodok ISO 26000
Guidance Standard on Social responsibility yang secara konsisten mengembangkan
tanggung jawab sosial maka masalah SR
akan mencakup 7 isu pokok yaitu:
- Pengembangan
Masyarakat
- Konsumen
- Praktek Kegiatan
Institusi yang Sehat
- Lingkungan
- Ketenagakerjaan
- Hak asasi manusia
- Organizational
Governance (governance organisasi)
ISO 26000
menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu
organisasi atas dampak
dari keputusan dan
aktivitasnya terhadap masyarakat
dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:
Konsisten dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; Memperhatikan
kepentingan dari para stakeholder; Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten
dengan norma-norma internasional; Terintegrasi
di seluruh aktivitas
organisasi, dalam pengertian
ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.
Berdasarkan
konsep ISO 26000,
penerapan sosial responsibility hendaknya terintegrasi di
seluruh aktivitas organisasi
yang mencakup 7 isu
pokok diatas. Dengan demikian jika suatu perusahaan hanya
memperhatikan isu tertentu saja, misalnya suatu perusahaan sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun perusahaan tersebut masih mengiklankan penerimaan
pegawai dengan menyebutkan
secara khusus kebutuhan pegawai sesuai
dengan gender tertentu,
maka sesuai dengan
konsep ISO 26000 perusahaan tersebut
sesungguhnya belum melaksanakan
tanggung jawab sosialnya secara utuh.